Selasa, 14 Agustus 2007

Carut-marut Pendidikan Agama Islam Di Indonesia

Oleh : M. Cholid Zamzami*

Sampai hari ini pendidikan tetap dianggap pemerintah sebagai problem solving bagi perbaikan kondisi bangsa yang telah rapuh. Pendidikan tetap di prioritaskan untuk dilestarikan karena merupakan aset mahal bagi suatu negeri. Namun tidak semua pendidikan dapat dijadikan problem solving, hanya pendidikan yang memiliki kualitas atau bermutu terjamin yang dapat menjadi obat atau problem solving bagi perbaikan kondisi bangsa yang sedang mengalami krisis.

Sebagai sebuah problem solving sudah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk mengelola pendidikan dengan profesional dan efektif bagi terlaksananya pendidikan yang bermutu. Pemerintah sebagai sebuah lembaga yang memiliki otoritas penuh dalam mengatur, me-manage dan membuat kebijakan tentang pendidikan seharusnya melakukan tugas terebut dengan baik dan profesional.

Dalam menempuh perjalannya, pemerintah (dalam hal ini departemen pendidikan nasional dan departemen agama-ed.) sebagai pengelola kebijakan pemerintah dalam bidang kependidikan masih di rasa kurang mampu dalam merespon dan menjawab tantangan perkembangan bangsa. Sehingga sering kali terkesan pemerintah kurang cakap dalam meelakuan pengelolaan di bidang pendidikan yang sebenarnya menjadi tumpuan bagi pemecahan problem bangsa.

Persoalan pemenuhan kebutuhan pendidikan yang bermutu hingga hari di rasa cenderung tidak terpenuhi, indikasi ini terlihat dari semakin menurunnya indeks prestasi sumber daya manusia yang surveinya dilakukan oleh UNDP (United Nations Development Program) sebuah badan di bawah naungan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa/United Nations). Indonesia dalam laporan tahun 2002 tersebut berada pada peringkat 110 atau satu tingkat lebih rendah dari prestasi negara tetangga yaitu Vietnam yang baru menglami perang saudara tahun 1960-an1.

Namun pemerintah tidak pernah akan menyerah terhadap persoalan pemenuhan kebutuhan pendidikan bermutu bagi masyarakatnya. Semangat inilah yang akhirnya menyulut para pendidikan untuk ikut berperan aktif dalam mewujudkan cita-cita para founding father bangsa ini sebagaimana yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945.

Dalam upaya perbaikan mutu pendidikan pemerintah selama sekian dekade telah melakukan kebijakan-kebijakan yang mengarah pada perbaikan mutu walaupun belum terlaksana. Dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah banyak sekali terkandung kelebihan dan kekurangan. Tetapi selain pemeritah pakar-pakar pendidikan juga tetap berupaya memberikan masukan bagi pengambilan kebijakan yang mampu mengangkat mutu pendidikan.

Carut-marut dari semakin hancurnya kondisi bangsa indonesia dapat di lihat ketika anti klimaks proses pembangunan bangsa yang di prakarsai oleh mantan presiden Soeharto, terjadi pada masa reformasi. Reformasi di akibatkan oleh krisis yang dialami bangsa menjadi sangat parah tidak hanya pada sector ekonomi krisis juga merambah pada sector yang lain yaitu pendidikan, politik kesehatan bahkan keamanan. Dengan reformasi diharapkan kondisi bangsa yang sedang ditimpa krisis multidimensi dapat teratasi.

Sebagai stakeholders pada dunia pendidikan mahasiswa diharapkan dapat berperan lebih baik dalam mengawal proses reformasi pada dunia pendidikan. Namun keterpurukan pada sector pendidikan harusnya dapat di respon lebih baik oleh pemerintah yang memiliki otoritas penuh dalam mengambil kebijakan. Hari ini pemerintah yang dipimpim oleh duet SBY-JK (Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla) masih belum memberi perhatian yang lebih kepada sector pendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama.

Dalam banyak diskursus pemikiran pendidikan agama Islam di sebutkan bahwa pendidikan agama islam yang sedang dilaksanakan dalam banyak lembaga pendidikan formal belum sesuai dengan tujuan pendidikan sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang system pendidikan nasional (UU SISDIKNAS No. 20 tahun 2003). Hal inilah yang sering di klaim banyak pihak menjadi akar masalah degradasi moral yang sedang terjadi pada bumi pendidikan Indonesia.

Pada dasarnya masalah-masalah yang sedang terjadi pada lembaga pemerintahan yang mengatur tentang pelaksanaan pendidikan adalah masalah yang menjadi akar turunan dari segala macam masalah yang telah terjadi pada dunia pendidikan agama islam Indonesia. Jadi dapat di simpulkan bahwa sebenarnya masalah tersebut muncul dari lembaga pegelola pendidikan yaitu departemen agama dan departemen pendidikan nasional.

Kapita selekta pendidikan Agama Islam di Indonesia secara garis besar dapat di dikotomikan menjadi dua hal yaitu :

  1. Politik pendidikan dalam SISDIKNAS

    • Budgeting dalam pendidikan nasional

Permasalah mengenai budgeting adlah masalah yang cukup pelik dan dilematis untuk dicari problem solving-nya. UUD’45 mengamanatkan pada pasal 31 ayat 2 disebutkan minimal pembiayaan pendidikan nasional 20% dari total APBN.

Namun pada prakteknya tidak lebih dari 3,49% saja dari total APBN yang di alokasikan untuk pembiayaan pendidikan nasional. Inilah masalah utama yang menjadi rintangan dalam pelaksanaan pendidikan yang maju, adil dan merata.

  • Dikotomi lembaga pendidikan nasional

Banyak pakar pendidikan menilai bahwa dikotomi lembaga pengelola pendidikan yang terbagi dalam Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama menjadi awal permasalahan pendidikan yang ada dalam penyamapaian materi pendidikan keagamaan.


Hal inilah yang menghambat proses internalisasi pemahaman nilai-nilai keagamaan yang termaktub dalam pendidikan agama.


  • Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana pendidikan yang belum mendukung mengakibatkan banyaknya hamabatan yang terjadi pada proses penyampaian, pemahaman dan peyerapan nilai-nilai moral keagamaan.


  1. Akademik

  • Human resources

Pelaksana pendidikaan agama yang merupakan ujung tombak penyampaian nilai-nilai keagamaan menjadi factor paling penting. Namun hal ini masih belum disadari sebagai yang krusial sehingga cenderung asal-asalan dalam mencari pendidik materi keagamaan.

Kondisi ini di perparah dengan kurang propfesionalnya oknum pendidikan dalam membekali diri sebagai pendidik. Kondisi ini terlihat dari cara penyampaian materi, penguasaan metodologi sangat jelas terlihat dalam praktek pengajaran di kelas dan di luar kelas.


  • Kurikulum


Pertentangan mengenai kurikulum pendidikan agama mulai terlihat ketika Depag dengan Diknas ribut mengenai pemberian jam pelajaran pada lembaga yang berada dibawah naungan kedua lembaga tersebut. Depag mengklaim bhwa pendidikan agama adalah wilayah eksklusiv milik nya akan tetapi Diknas juga memberi apologi bahwa kurikulum dirancang oleh diknas sehingga ini menjadi lahan garapan diknas.

Lebih jauh pada dasarnya kurikulum yang dirancang pada lembaga sekolah lebih pada aspek kognitif belum kepada aspek afektif dan psikomotor.


  • Evaluasi

Mengenai permasalahan evaluasi, pendidikan agama belum dapat menjadi instrument utama dalam penetuan kelulusan setiap jenjang pendidikan. Inilah yang menurut pesreta didik dianggap bahwa pendidikan Agama tidak menjadi aspek pelajaran yang penting, sehingga cenderung di remehkan.


* Ketua Umum HMI Komisariat Tarbiyah UIN Malang Periode 2006-2007

1 Ade Irawan, dkk. "Mendagangkan Sekolah" ICW, Jakarta, 2004. hal. 5

Kamis, 02 Agustus 2007

SEJARAH HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

A. Arti Sejarah
Dari sekian banyak arti dan definisi sejarah, secara umum dapat diartikan bahwa sejarah adalah pelajaran dan pengetahuan tentang perjalanan masa lampau ummat manusia, mengenai apa yang dikerjakan, dikatakan dan dipikirkan oleh manusia pada masa lampau, untuk menjadi cerminan dan pedoman berupa pelajaran, peringatan, kebenaran bagi masa kini dan mendatang untuk mengukuhkan hati manusia.

B. Latar Belakang Sejarah Berdirinya HMI
Kalau ditinjau secara umum ada 4 (empat) permasalahan yang menjadi latar belakang sejarah berdirinya HMI.

Situasi Dunia Internasional
Berbagai argumen telah diungkapkan sebab-sebab kemunduran ummat Islam. Tetapi hanya satu hal yang mendekati kebenaran, yaitu bahwa kemunduran ummat Islam diawali dengan kemunduran berpikir, bahkan sama sekali menutup kesempatan untuk berpikir. Yang jelas ketika ummat Islam terlena dengan kebesaran dan keagungan masa lalu maka pada saat itu pula kemunduran menghinggapi kita.

Akibat dari keterbelakangan ummat Islam, maka munculah gerakan untuk menentang keterbatasan seseorang melaksanakan ajaran Islam secara benar dan utuh. Gerakan ini disebut Gerakan Pembaharuan. Gerakan Pembaharuan ini ingin mengembalikan ajaran Islam kepada ajaran yang totalitas, dimana disadari oleh kelompok ini, bahwa Islam bukan hanya terbatas kepada hal-hal yang sakral saja, melainkan juga merupakan pola kehidupan manusia secara keseluruhan. Untuk itu sasaran Gerakan Pembaharuan atau reformasi adalah ingin mengembalikan ajaran Islam kepada proporsi yang sebenarnya, yang berpedoman kepada Al Qur'an dan Hadist Rasullulah SAW.

Dengan timbulnya ide pembaharuan itu, maka Gerakan Pembaharuan di dunia Islam bermunculan, seperti di Turki (1720), Mesir (1807). Begitu juga penganjurnya seperti Rifaah Badawi Ath Tahtawi (1801-1873), Muhammad Abduh (1849-1905), Muhammad Ibnu Abdul Wahab (Wahabisme) di Saudi Arabia (1703-1787), Sayyid Ahmad Khan di India (1817-1898), Muhammad Iqbal di Pakistan (1876-1938) dan lain-lain

Situasi NKRI
Tahun 1596 Cornrlis de Houtman mendarat di Banten. Maka sejak itu pulalah Indonesia dijajah Belanda. Imprealisme Barat selama ± 350 tahun membawa paling tidak 3 (tiga) hal :
1. Penjajahan itu sendiri dengan segala bentuk implikasinya.
2. Missi dan Zending agama Kristiani.
3. Peradaban Barat dengan ciri sekulerisme dan liberalisme.
Setelah melalui perjuangan secara terus menerus dan atas rahmat Allah SWT maka pada tanggal 17 Agustus 1945, Soekarno-Hatta Sang Dwi Tunggal Proklamasi atas nama bangsa Indonesia mengumandangkan kemerdekaannya.

Kondisi Mikrobiologis Ummat Islam di Indonesia
Kondisi ummat Islam sebelum berdirinya HMI dapat dikategorikan menjadi 4 (empat) golongan, yaitu : Pertama : Sebagian besar yang melakukan ajaran Islam itu hanya sebagai kewajiban yang diadatkan seperti dalam upacara perkawinan, kematian serta kelahiran. Kedua : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang mengenal dan mempraktekkan ajaran Islam sesuai yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. Ketiga : Golongan alim ulama dan pengikut-pengikutnya yang terpengaruh oleh mistikisme yang menyebabkan mereka berpendirian bahwa hidup ini adalah untuk kepentingan akhirat saja. Keempat : Golongan kecil yang mencoba menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, selaras dengan wujud dan hakekat agama Islam. Mereka berusaha supaya agama Islam itu benar-benar dapat dipraktekkan dalam masyarakat Indonesia.

Kondisi Perguruan Tinggi dan Dunia Kemahasiswaan
Ada dua faktor yang sangat dominan yang mewarnai Perguruan Tinggi (PT) dan dunia kemahasiswaan sebelum HMI berdiri. Pertama: sisitem yang diterapkan dalam dunia pendidikan umumnya dan PT khususnya adalah sistem pendidikan barat, yang mengarah kepada sekulerisme yang "mendangkalkan agama disetiap aspek kehidupan manusia". Kedua : adanya Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY) dan Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) di Surakarta dimana kedua organisasi ini dibawah pengaruh Komunis. Bergabungnya dua faham ini (Sekuler dan Komunis), melanda dunia PT dan Kemahsiswaan, menyebabkan timbulnya "Krisis Keseimbangan" yang sangat tajam, yakni tidak adanya keselarasan antara akal dan kalbu, jasmani dan rohani, serta pemenuhan antara kebutuhan dunia dan akhirat.